Ticker

6/recent/ticker-posts

DPH MTKESMKK Serahkan Berkas ke Panja Komisi II DPR RI dan DPR Provinsi Riau


 

ROHIL- Dewan Pengurus Harian Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu (DPH MKESMKK) serahkan berkas tentang permasalahan tanah ulayat kepada Panitia Kerja (Panja) DPR RI, DPR Provinsi, dan ke DPRD Kabupaten Rohil. 


Penyerahan berkas itu diserahkan disela-sela kegiatan kunjungan kerja Panja di Kantor Gubernur Riau terkait evaluasi HGU, HGB dan HPL di Pekanbaru, Senin (13/09/2021) kemarin.


Ketua DPH Majelis Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu, Nurdin Muhammad Tahir kepada awak media, Rabu (15/09/2021) di Bagan Batu mengatakan, berkas itu disampaikan langsung oleh anggota Panja Komisi II DPR RI, Arsyadjuliandi Rahman," jelas Datuk Nurdin.


Adapun isi dari berkas tersebut diantaranya, menegaskan tentang hak ulayat masyarakat hukum adat dari Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu pada Kesultanan Siak Sri Inderapura yaitu Suku Hamba Raja, Suku Rao atau disebut juga Suku Rawa, Suku Bebas, dan Suku Haru yang telah mendiami kawasan Kenegerian Kubu sejak tahun 1666 dimana keempat Suku Melayu tersebut masih memiliki kepemimpinan secara turun temurun dan masih menjalankan upacara-upacara adat serta memiliki hukum adat pertanahan secara rinci tentang hak-hak dan batas-batas yang bisa dipertanggungjawabkan," terang Datuk Nurdin.


Bahwa Babul Qawaid adalah konstitusi tertulis Kesultanan Siak Sri Inderapura yang berarti Pintu Segala Pegangan yang menguraikan tentang hukum yang dikenakan pada Suku Melayu maupun bangsa lain yang berhubungan dengan Suku Melayu," kata Datuk Nurdin.


Bahwa untuk pembuktian kebenaran adanya hak ulayat masyarakat hukum adat dari Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu yaitu Suku Hamba Raja, Suku Rao atau disebut juga Suku Rawa, Suku Bebas, dan Suku Haru, maka pada tanggal 28 Oktober 2002 Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) menugaskan Tim untuk mengukur ulang hak ulayat tersebut dengan Surat Tugas Nomor : KP.07.03/10-PDRTR/X/2002 yang merujuk pada Adatrechtbundels XVIII : Gemengd yang diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia halaman 299 sampai dengan 306," ujarnya.


Bahwa keberadaan tanah ulayat Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu khususnya Suku Melayu Hamba Raja juga telah diakui dan dibenarkan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 1673 K/PDT/2005 tanggal 12 September 2007 dimana dalam pertimbangan hukumnya pada halaman 11 sampai dengan 12 berbunyi “Bahwa Pelurusan Hibah tanggal 7 Maret 2002 adalah sah karena sifat dan hakekat hibah yang diberikan oleh Majelis Kerapatan Tinggi Suku Melayu Hamba Raja adalah bersifat amanah yang bertujuan untuk kepentingan keseluruhan kerabat almarhum H. Adnan Bin Matkudin," paparnya.


Ketentuan tersebut adalah sesuai dengan ketentuan hukum adat dan berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 yang mengakui eksistensi hukum adat tersebut”, dan dalam amar putusannya pada diktum 3 berbunyi “Menyatakan sah menurut hukum hibah tanah dari Suku Melayu Hamba Raja kepada Para Penggugat pada tanggal 7 Maret 2002”," pungkasnya.


Bahwa tanah ulayat milik Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu tersebut telah dikuasai oleh Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama, Perseroan Terbatas Cibaliung Tunggal Plantations, Perseroan Terbatas Gunung Mas Raya, Perseroan Terbatas Tunggal Mitra Plantation, dan Perseroan Terbatas Lahan Tani Sakti, sejak tahun 1983 dengan cara menjadikan bidang tanah ulayat tersebut sebagai perkebunan kelapa sawit dengan menanam pohon kelapa sawit diatasnya, membangun Pabrik Kelapa Sawit, membangun gedung perkantoran dan perumahan karyawan," jelasnya.


Bahwa sejak tahun 1990 Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu telah berjuang menuntut pengembalian bidang tanah ulayat yang dikuasai oleh Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama, Perseroan Terbatas Cibaliung Tunggal Plantations, Perseroan Terbatas Gunung Mas Raya, Perseroan Terbatas Tunggal Mitra Plantation, dan Perseroan Terbatas Lahan Tani Sakti tersebut atau setidak-tidaknya mendapatkan kompensasi yang patut dengan mengajukan pengaduan kepada instansi pemerintahan dan lembaga negara serta telah mendapatkan respon dan kebijakan antara lain," terang Datuk Nurdin.


Surat Keputusan Bupati Rokan Hilir Nomor : 188/HK/2004 tanggal 14 Agustus 2004 tentang Pembentukan Tim Penelitian dan Pengkajian Keberadaan Tanah Ulayat Suku Melayu Hamba Raja di Kabupaten Rokan Hilir. Dari hasil penelitian dan pengkajian itu Lembaga Adat Provinsi Riau dan Kabupaten Rokan Hilir telah mengeluarkan hasil kajian sesuai dengan Surat Keputusan tersebut diatas yang menyimpulkan, bahwa terdapat tanah ulayat milik keempat suku yaitu : Suku Melayu Hamba Raja, Suku Melayu Rawa, Suku Melayu Haru, dan Suku Melayu Bebas," imbuhnya.


Bahwa diatas lahan ulayat tersebut telah ditanami kebun kelapa sawit milik beberapa perusahaan besar yaitu diantaranya : Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama terbuka, Perseroan Terbatas Cibaliung Tunggal Plantations, Perseroan Terbatas Gunung Mas Raya, Perseroan Terbatas Tunggal Mitra Plantation, dan Perseroan Terbatas Lahan Tani Sakti, perusahaan-perusahaan tersebut memang terletak diatas hak ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan peta yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL tahun 2003," ungkapnya.


Surat Badan Pertanahan Nasional Nomor : 540.1-2487-D.1. tertanggal 29 September 2005 yang ditujukan kepada Tim Kerja Pertanahan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang mengusulkan agar sebagian Hak Guna Usaha terhadap Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama terbuka, Perseroan Terbatas Cibaliung Tunggal Plantations, Perseroan Terbatas Gunung Mas Raya, Perseroan Terbatas Tunggal Mitra Plantation, dan Perseroan Terbatas Lahan Tani Sakti yang kesemuanya terletak diatas hak ulayat masyarakat hukum adat," terangnya.


Supaya dijadikan sebagiannya menjadi kebun plasma untuk anggota masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan pemerintah bahwa setiap perusahaan yang membuka areal perkebunan diwajibkan untuk memplasmakan perkebunannya antara 25 (dua puluh lima) sampai dengan 45 (empat puluh lima) persen dari luas keseluruhan," tegasnya.


Surat yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal atas nama Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor : PW.05/1206/DPR-RI/2006 tertanggal 16 Februari 2006 yang ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Perihal Sengketa tanah Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Rokan Hilir yang pada pokoknya menguraikan bahwa dalam rangka merespon aspirasi masyarakat hukum adat dari Kabupaten Rokan Hilir (masyarakat hukum adat Suku Hamba Raja, Suku Rawa, Suku Haru, Suku Bebas) yang telah diterima Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 5 November 2005," urai Datuk Nurdin.


Dan berdasarkan Laporan Tim Kerja Pertanahan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang telah melakukan kunjungan lapangan dan mengadakan pertemuan dengan berbagai pihak pada tanggal 30 November 2005 sampai dengan 2 Desember 2005, oleh karenanya Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia meminta kepada Badan Pertanahan Nasional agar.


Segera melakukan langkah-langkah koordinasi dengan jajaran Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional di Pemerintah Provinsi Riau dan Kantor Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten Rokan Hilir untuk mengecek kembali penerbitan Hak Guna Usaha yang diberikan kepada Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama terbuka, Perseroan Terbatas Cibaliung Tunggal Plantations, Perseroan Terbatas Gunung Mas Raya, Perseroan Terbatas Tunggal Mitra Plantation, dan Perseroan Terbatas Lahan Tani Sakti," ungkapnya.


Meminta kepada perusahaan-perusahaan tersebut diatas, agar mempertimbangkan kemungkinan sebagian lahan perkebunan yang memang termasuk tanah hak ulayat dijadikan kebun plasma bagi masyarakat hukum adat yang realisasimya paling lambat dalam tahun 2006.


Surat yang ditandatangani oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor : KD.02/4556/DPR RI/2006 tertanggal 14 Juni 2006 yang ditujukan kepada Presiden Republik Indonesia Perihal Penyelesaian Perkebunan Kelapa Sawit diatas Tanah Ulayat yang pada pokoknya menguraikan bahwa berdasarkan laporan dari Madjlis Tinggi Soekoe Melaju Hamba Radja Negeri Koeboe, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau," kata Datuk Nurdin.


Akan memprioritaskan penyelesaiannya dan mengusulkan bahwa, sebagian area perkebunan perusahaan-perusahaan tersebut akan dijadikan kebun plasma dan diberikan kepada masyarakat hukum adat dimaksud, namun hingga saat ini BPN belum juga merealisasikannya, lalu meminta kepada Presiden untuk dapat menginstruksikan Kepala Badan Pertanahan Nasional agar segera menyelesaikan masalah tersebut dan merealisasikan usulan yang disampaikan kepada Komisi II.


Kesepakatan Rapat Kerja Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia pada tanggal 9 Maret 2018 yang dihadiri oleh Ketua Badan Akuntabilitas Publik Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Pemerintah Provinsi Riau, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau, Kantor Pertanahan Kabupaten Rokan Hilir, Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama terbuka, Masyarakat Suku Hamba Raja, Masyarakat Suku Haru, Masyarakat Suku Bebas, dan Masyarakat Suku Rao, disepakati hal-hal sebagai berikut.


Dalam jangka pendek, perusahaan melaksanakan program corporate social responsibility yang diperluas dengan mengakomodir kegiatan masyarakat adat yang terdiri dari empat persukuan yakni Suku Hamba Raja, Suku Haru, Suku Bebas dan Suku Rao.


Dalam jangka panjang, perusahaan dan Kelompok Masyarakat Adat Empat Persukuan tersebut akan melakukan kerja sama dengan pola kemitraan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku. Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir memfasilitasi proses penyelesaian tersebut diatas.


Bahwa, akan tetapi hingga saat ini Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama Terbuka, Perseroan Terbatas Cibaliung Tunggal Plantations, Perseroan Terbatas Gunung Mas Raya, Perseroan Terbatas Tunggal Mitra Plantation, dan Perseroan Terbatas Lahan Tani Sakti,  sama sekali belum merealisasikan kesepakatan-kesepakatan tersebut untuk melaksanakan program corporate social responsibility yang diperluas dengan mengakomodir kegiatan masyarakat adat yang terdiri dari empat persukuan yakni Suku Hamba Raja, Suku Haru, Suku Bebas dan Suku Rao, dan menyerahkan perkebunan kelapa sawit plasma kepada Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu tersebut, dan tidak tampak pula iktikad baik dari perusahaan-perusahaan tersebut untuk merealisasikan kesepakatan-kesepakatan tersebut," ungkapnya.


Bahwa untuk mendapatkan kepastian hukum, Dewan Pengurus Harian Majelis Tinggi Kerapatan Empat Suku Melayu Kenegerian Kubu telah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Rokan Hilir terhadap Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama Terbuka, Perseroan Terbatas Cibaliung Tunggal Plantations, Perseroan Terbatas Gunung Mas Raya, Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia / Kepala Badan Pertanahan Nasional masing-masing sebagai Tergugat, dan Gubernur Riau sebagai Turut Tergugat, yang perkaranya telah diregister di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Rokan Hilir dengan nomor : 44/Pdt.G/2021/PN.RHL yang hingga saat ini proses persidangan pemeriksaan perkaranya masih sedang berjalan di Pengadilan Negeri Rokan Hilir," ujar Datuk Nurdin.


" bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, bersama ini kami mohonkan dukungan dari Tim Panja Evaluasi Dan Pengukuiran Ulang HGU, HGB, Dan HPL Komisi II DPR RI Untuk menyampaikan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia / Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk tidak memperpanjang Hak Guna Usaha kepada Perseroan Terbatas Salim Ivomas Pratama Terbuka, Perseroan Terbatas Cibaliung Tunggal Plantations, Perseroan Terbatas Gunung Mas Raya, Perseroan Terbatas Tunggal Mitra Plantation, dan Perseroan Terbatas Lahan Tani Sakti, karena bidang-bidang tanah yang diberikan Hak Guna Usaha kepada perusahaan-perusahaan tersebut berada di dalam kawasan tanah ulayat masyarakat persekutuan adat Empat Suku Melayu," tegas Datuk Nurdin.


Reporter: TO.