Ticker

6/recent/ticker-posts

Diduga Atian Membangkang Terkait Keberadaan Dapur Arang di Desa Titi Akar


BENGKALIS - Hutan bakau atau yang biasa dikenal dengan istilah Mangroove merupakan salah satu jenis hutan yang meskipun tidak selebat dan sebesar hutan lindung, memiliki banyak fungsi untuk menjaga daratan dari pasang surut air laut. Kebanyakan berada di pinggir pantai yang berbatasan langsung dengan laut.

Biasanya, hutan bakau juga sering diistilahkan sebagai penjaga pantai, karena memang secara harafiah hutan bakau merupakan hal pertama yang akan menjaga pantai atau pun daratan dari air laut.

Saat ini hutan bakau populasinya sedang berada di dalam ancaman, karena beberapa hutan bakau mengalami banyak kerusakan, yang disebabkan oleh pembukaan lahan didekat pantai untuk kepentingan bisnis, dan juga kayu bakau ini diambil untuk dijadikan bahan baku arang.

Hutan Bakau adalah Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, yang mana ada banyak manfaat dengan adanya hutan bakau di kawasan bibir pantai, Menjaga kestabilan garis pantai, Mencegah tsunami, Mereduksi gelombang pasang air laut, Mencegah abrasi, Pencegah intrusi air laut serta mean lumpur.

Ada beberapa Undang-Undang yang menegaskan terkait persoalan ini.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.

Pasal 19, Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak termasuk kegiatan pembinaan habitat untuk kepentingan satwa di dalam suaka margasatwa. Perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta menambah jenis tumbuhan dan satwa lain yang tidak asli.

Pasal 40, Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) (5) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah kejahatan dan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) adalah pelanggaran.

Dan didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 8, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pemberantasan perusakan hutan. Pemberantasan perusakan hutan dilakukan dengan cara menindak secara hukum pelaku perusakan hutan, baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya.

Dan didalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar.

Sebelumnya Tim Media berasumsi, bahwa dengan adanya Tumpukan Kayu Bakau dan Panglong Arang, Tim Media menganggap bahwa Pemerintah Desa Titi Akar yang dipimpin Sukarto diduga pejam mata, namun setelah Tim Media menerbitkan pemberitaannya, sang Kades telah memberikan Hak Jawabnya melalui Surat Resmi Dengan Nomor: 100/PEM/TTA/VI/2019/42.

Didalam surat tersebut, Sukarto selaku Kepala Desa Titi Akar telah menjelaskan secara gamblang. Bahwa pihaknya sudah beberapa kali melakukan upaya pencegahan terhadap para pelaku usaha Dapur Arang tersebut.

Seperti yang tertuang didalam surat Hak Jawab Kades Titi Akar, bahwa Sdr ATIAN sudah tiga (3) kali kami dari Pemdes Titi Akar menyurati, yang Pertama dengan Nomor: 100/PEM/DTTA/V/2017/02 tertanggal 05 Mei 2017. Kemudian Surat Kedua dengan Nomor: 100/PEM/TTA/VI/2018/02 tertanggal 04 Juni 2018. Dan Surat Ketiga dengan Nomor: 100/PEM/TTA/XII/2018/03 tertanggal 20 Desember 2018.
Namun Sdr ATIAN tidak pernah mau datang memenuhi panggilan tersebut, tujuan surat kita panggil untuk meminta Sdr ATIAN menutup dan membongkar dapur arangnya, karena tidak memiliki izin, apa lagi letaknya sangat sangat dekat dengan jalan umum, disana banyak permukiman sehingga asap atau bau membakar kayu tersebut mengganggu masyarakat sekitarnya.

Terkait keberadaan panglong arang yang diduga milik Atian dan warga, perlu kami tegaskan, kami dari Pemdes Desa Titi Akar tidak pernah memberi izin maupun surat dalam bentuk apapun.

Perlu kami sampaikan, bahwa untuk penindakan hukum kepada pelaku yang diduga membabat hutan bakau sebagai bahan baku arang di Desa Titi Akar, kami Pemdes Desa tidak mempunyai kewenangan untuk menangkap para pelaku.

Pada prinsipnya kami tidak melakukan pembiaran, dan kami sudah melakukan beberapa langkah untuk mencegah terjadi kerusakan hutan seperti hutan bakau, dimana jauh sebelumnya saya menjabat sebagai Kepala Desa Titi Akar sejak Tahun 2012 hingga sekarang, kami sudah melakukan pendekatan pada pengusaha Dapur Arang dengan memanggil yang bersangkutan untuk meminta tidak mengoperasikan lagi usaha dapur arangnya yang secara hukum dilarang. Sebab berdasarkan Undang-Undang yang ada, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya. Dan didalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dan didalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dari hal tersebut, kami meminta setiap pengusaha Dapur Arang membuat surat pernyataan tidak akan melanjutkan usahanya, namun tetap saja upaya kami tidak berhasil.

Jika disimak dari Surat Hak Jawab Kades Titi Akar Sukarto, bahwa diduga Atian adalah orang yang Pembangkang alias Bandel.

Sebab tak satupun Surat yang dilayangkan sang Kades, dihadiri oleh Atian.



(TIM)