Ticker

6/recent/ticker-posts

Cerpen : Handpone Oh Handpone Karya Reflita, S.Pd.

               

Suasana subuh sangat sepi sekali masih terdengar suara jangkrik bersahutan perempuan tua itu sudah terjaga dari tidurnya . Dia sudah berkemas-kemas  dan semua  dangangan yang akan dibawa ke pasar sudah disusun  rapi dikeranjangnya.

Seperti biasa dia  mengenakan pakaian yang telah biasa dipakainya ke pasar . Setelah semuanya siap dia duduk untuk sarapan pagi , dengan sepiring nasi dan sepotong ikan goreng yang telah dimasaknya semalam sore. Kemudian perempuan itu duduk di kursi kayu yang sederhana menunggu suara adzan subuh sambil memandang sekeliling rumahnya.

Beberapa saat kemudian  suara adzan terdengar sangat merdu  perempuan itu Lalu melaksanakan  sholat subuh serta berdoa dengan penuh hikhmat. 
Kemudian dia  mengambil keranjang dan membawanya ke pasar di perjalanan wanita itu melihat suasana subuh sangat sunyi sekali rumah-rumah penduduk masih tertutup rapi dia memberanikan diri untuk melanjutkan perjalanannya, dan dia berusaha mempercepat mengayuh sepedanya agar bisa sampai lebih awal pagi ini. Dengan cekatan perempuan tua itu menggelar dagangannya dan berharap semoga hari ini dia mendapat rezeki yang banyak. Perempuan itu adalah bu Ratih pedagang sayur dipasar.

    Seharusnya diusianya yang sudah senja ini dia tidak lagi berjualan dipasar tapi karena saat ini dia hidup sebatang kara terpaksa dia harus menjalani dengan ikhlas.

Anak satu-satunya bernama Fahmi sekarang sedang kuliah  dinegeri orang yaitu negara Malaysia dengan biaya bea siswa yang diperolehnya ,
       " Izinkan Fahmi pergi bu " kata Fahmi bermohon pada Ratih.
       "Berat rasanya nak tnapi demi masa depanmu ibu izinkan" kata Ratih tampa disadari bening air mata menetes dipipinya. Fahmi janji bu setelah selesai kuliah   Fahmi akan pulang kita akan tinggal bersama lagi.
                 
Fahmi berusaha memujuk Ratih ibunya walaupun di dalam hatinya sungguh berat meninggalkan ibunya sendiri tapi apa daya Fahmi juga ingin mencapai cita-cita demi masa depannya kelak.
 Akhirnya walau dengan berat hati Ratih melepas anaknya untuk pergi ke negeri orang menuntut ilmu.

Namun sebelum pergi keluar negeri Fahmi telah membekali ibunya dengan sebuah handpone agar dia dapat berkomunikasi dengan ibunya sehingga dia tidak terlalu bimbang meninggalkan ibunya sendiri.         Enam bulan pertama kepergian Fahmi mereka sering berkomunikasi menggunakan handpone sehingga  Ratih tidak terlalu merasa kehilangan anaknya . 

Kalau hati Ratih rindu pada anak maka dia mengisi pulsa handponenya kemudian menghanpone anaknya sepuasnya. Tapi pada suatu sore ketika mencuci pakaian alangkah terkejutnya Ratih ketika dilihatnya handpone miliknya sudah terendam bersama baju yang dipakainya kemaren sore.                                                               “Aduh....kok bisa lupa "batin  Ratih menjerit sambil mengangkat handpone itu dari ember cucian , dia berusaha mengeringkan handponenya tapi apa daya handpone itu sudah tidak dapat diselamatkan lagi , hati Ratih sungguh sedih, kesal dan kecewa. Sejak saat itu hubungan bu Ratih dan anaknya Fahmi terputus total. Entah bagaimana kabar anaknya dinegeri orang.


Sejak anaknya pergi dia hanya tinggal seorang diri dirumah peninggalan suaminya walaupun sebuah rumah tua yang sudah usang.            "Ah...andainya Fahmi ada disini pasti dia tak mengizinkannya untuk berjualan lagi dan dia tidak kesunyian diusia senjanya" batin bu Ratih.        


   "Bu beli kangkung seikat" seorang pembeli mengejutkannya. Dengan segera Ratih membungkus seikat kangkung dan menyerahkannya pada pembeli.    
        " Dua ribu rupiah"kata Ratih. Hari sudah siang semua dagangan bu Ratih sudah terjual habis, dia bersyukur bahwa hari ini memperoleh rezeki yang banyak. Setelah membeli keperluan harian yang dibutuhkan bu Ratih pulang ke rumah dengan perasaan gembira.                                              Karena  dagangannya terjual habis dia bisa membeli kebutuhan hariannya lebih banyak.  Ratih lalu  mengikat semua barang  belanja itu diboncengan sepeda yang dimilikinya. Kemudian dia mengayuh sepedanya pulang kerumahnya, diperjalanan pikiran  bu Ratih teringat pada anaknya Fahmi sudah lima tahun anaknya pergi kenegeri orang entah apa kabarnya.
          "Duh... mengapa dirinya ceroboh , meletakkan handpone disaku baju lalu lupa diambil dan merendam baju itu ke dalam ember cucian sehingga handpone itu  menjadi rusak" yach...akibatnya dia
 bisa menghubungi anaknya lagi.                         Betapa gelisahnya dan sedihnya Ratih dengan  kejadian itu. Dia tidak ingat nomor handpone anaknya  entah bagaimana caranya agar dia  dibisa menghubungi anak lagi .

Akhirnya bu Ratih pasrah walaupun hatinya sangat sedih jika dia merindukan kehadiran anaknya maka Ratih selalu mendoakan agar anaknya memperoleh kemudahan dalam segala urusannya.

Tiba-tiba teringat waktu Fahmi masih kecil, setiap kali Ratih pulang dari pasar Fahmi sudah menunggu di depan teras rumahnya.
Dan Ratih selalu menyediakan goreng pisang untuk anak kesayangannya .
       "Ibu, goreng ini sungguh enak" suara Fahmi terdengar di sela-sela dia mengunyah gorengan. " Iya, memang ibu membawa untukmu" kata Ratih menatap buah hatinya dengan senyuman dikulum.
       "Ibu, kalau Fahmi sudah besar dan bekerja bisa punya banyak uang" kata kata Fahmi menatap ibunya.
       "Fahmi ingin ibu berangkat  umroh seperti bu Lastri" kata  anaknya polos. Bu Ratih sangat merasa bangga dengan niat baik anaknya yang masih kecil.  Siang ini cuaca terasa sangat panas terik sekali  sehingga menyadarkan Ratih dari lamunannya kemudian perempuan itu mempercepat mengayuh sepedanya karena cuaca yang   sangat  panas  dan  membuat kepala Ratih sedikit terasa pusing dan pandangannya mulai berkunang-kunang barangkali kelelahan dan melihat cahaya yang terlalu terang.

Sebentar lagi Ratih sampai kerumahnya dan dia dapat istirahat siang ini. Ratih melihat kearah rumahnya tiba-tiba matanya tertuju pada seorang pemuda berbaju biru yang duduk dibalai-balai didepan rumahnya.

Ratih memfokuskan pandangan agar tampak lebih jelas. Dia penasaran siapa itu, setelah semuanya dekat Ratih tak mampu berkata lagi ternyata pemuda itu adalah anaknya Fahmi. Seketika ibu dan anak itu saling berpelukan melepaskan rasa gelisah di hatinya. Karena mereka sudah lima tahun tidak bertemu dan hilang komunikasi selama ini. Selepas sholat isya Fahmi duduk dekat ibunya.

     "Bu besok Fahmi mau mendaftarkan ibu umbroh" kata Fahmi sambil memandang buku tabungan ditangannya.
       "Dari mana kamu dapat uang, bukankah kamu baru tamat kuliah?" tanya Ratih pada anaknya
       “Ibu setiap libur semester Fahmi tidak pernah pulang karena Fahmi bekerja mengumpulkan uang"sahut Fahmi memberi penjelasan pada ibunya.
       "Bu Ratih sungguh terharu dengan keinginan anaknya. Sebenarnya Ratih sudah lama ingin pergi umbroh tapi tabungannya belum cukup.

Hari sudah semakin larut , suasana rumah mulai terasa sepi tapi mata Ratih belum bisa terpejam karena hatinya sangat gembira.

Tak dapat dilukiskan perasaannya bahwa dia akan berangkat umbroh .
Jika Allah berkehendak apapun bisa terjadi dengan jalan yang tidak disangka. Akhirnya Ratih tertidur lelap dengan mimpi yang indah.

Reflita,S.Pd merupakan guru SMP Muhamadiyah Dumai, aktif dalam kegiatan literasi.